
Liputan6.com, Jakarta – Sistem perpajakan internasional perlu diubah. Alasannya, sistem yang berlaku saat ini sudah tidak relevan karena bisa memicu peningkatan risiko praktik penghindaran pajak.
Partner, DDTC Fiscal Research & Advisory Bawono Kristiaji menjelaskan, ada beberapa contoh sistem pajak internasional yang bsa memicu praktik penghindaran pajak.
Mulai dari sistem pajak internasional yang merujuk pada separate entity approach atau separate accounting approach. Lalu hak pemajakan yang masih berbasis kehadiran fisik, serta penggerusan basis pajak dan pengalihan laba atau Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
“Karena ini persoalan global lebih baik memang solusinya bersifat multilateral dibanding unilateral atau domestic action, karena bisa menciptakan pajak berganda, ketidakpastian, sekaligus mendistorsi ekonomi global,” ungkap Aji seperti dikutip dari laman kemenkeu.go.id, Jakarta, Senin (22/8/2022).
Aji menuturkan rata-rata 80 persen pendapatan di negara berkembang berasal dari penerimaan pajak. Artinya, praktik penghindaran pajak bagi negara berkembang seperti Indonesia akan sangat merugikan.
“Praktik penghindaran pajak akan sangat merugikan karena berdampak pada terhambatnya pembangunan di negara tersebut,” kata dia.
Sehingga diperlukan solusi dan penanganan secara global untuk mengatasi masalah perpajakan internasional tersebut.