
TEMPO.CO, Jakarta – Komisi IV meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menindaklanjuti isu yang beredar, antara lain demo nelayan di berbagai daerah terhadap PP 85 tahun 2021. Ketua Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Sudin mengatakan demo tersebut terjadi di Jawa Tengah, khususnya di Pati, Rembang, dan Tegal.
“Di demo-demo nelayan ini menolak pajak tangkapan ikan sebesar 10 persen,” tuturnya dalam rapat kerja bersama Menteri Kelautan dan Perkanan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan pada Selasa, 17 Januari 2023.
Ia menilai pungutan pajak tersebut telah merugikan nelayan, terlebih biaya operasional para nelayan sangat tinggi.
Selain itu, ia menyebut demo nelayan yang menolak adanya kebijakan penangkapan ikan terukur. Nelayan memprotes kebijakan tersebut lantaran aturan yang ada belum jelas dan sosialisasinya belum optimal.
Misalnya, kata dia, aturan soal pemberian tangkapan kepada korporasi atau investor asing. Lalu soal pembagian wilayah untuk nelayan kecil dan serta industri.
Karena itu, Komisi IV DPR meminta KKP melakukan pendalaman materi atas kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT). Sudin sendiri mengusulkan agar dibuat focus group discussion (FGD).
Tujuannya, agar para anggota Komisi IV DPR dapat mendapatkan gambaran secara umum tentang kebijakan itu. Sehingga para anggota DPR itu dapat kembali ke daerah masing-masing mensosialisasikannya kepada para nelayan.
Sebelumnya, KKP menyatakan tengah berupaya agar kebijakan PIT berlaku pada Januari 2023. KKP tengah menunggu persetujuan dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan payung hukum kebijakan penangkapan ikan terukur perlu diselesaikan terlebih dulu. Menurut Trenggono, program penangkapan ikan terukur diperlukan agar populasi perikanan terjaga dengan baik.
Nantinya, kata dia, terdapat tiga jenis kuota yang akan diberikan dalam lingkup kebijakan penangkapan ikan terukur.
Pertama, kuota jumlah yang akan diberikan kepada pelaku penangkap ikan. Kedua, kuota diberikan kepada masyarakat lokal atau pesisir. Ketiga, kuota untuk pendidikan, pelatihan, dan hobi.
Melalui kebijakan itu, ikan oleh kapal-kapal di laut tidak lagi memerlukan izin pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Alhasil, penangkapan ikan dilakukan dengan berbasis kuota. “Kalau dulu rezim lama itu dengan izin kapal. Izin kapal yang 30 GT kebawah itu adalah izin daerah, lalu di atas 30 GT izin pusat,” ujarnya.