
TEMPO.CO, Jakarta – Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Ester menanggapi soal kemungkinan adanya konflik kepentingan 134 pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan yang memiliki saham bersifat tertutup yang tersebar di 280 perusahaan.
Laporan itu sebelumnya disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bahkan salah satu perusahaannya bergerak di bidang konsultan pajak.
“Pastinya sih begitu (ada konflik kepentingan),” ujar Lola melalui sambungan telepon pada Senin, 13 Maret 2023.
Namun, menurut dia, regulasi di Indonesia yang mengatur soal konflik kepentingan itu hanya sebatas formalitas saja. Bahkan, Lola mencontohkan, ada perbuatan yang sangat memuat konflik kepentingan dilegitimasi. “Itu dilegitimasi, contohnya apa? Rangkap jabatan.”
Lola menjelaskan beberapa komisaris Badan Usaha Milik Negara atau BUMN dipegang oleh orang yang memiliki jabatan, bahkan mayoritas dari Kementerian BUMN itu sendiri yang eselon I. Bahkan pejabat tinggi Polri yang masuk menjadi komisaris sempat menarik perhatian di pemberitaan pada tahun 2020 silam.
“Itu saja dikasih peluang, kok. Apalagi yang levelnya konsultan pajak. Kita enggak tahu berapa banyak yang punya perusahaan cangkang yang memang tertutup. Ini gambaran saja,” ucap Lola.
Selain itu, kata dia, di daerah-daerah juga banyak konflik kepentingan yang terjadi penawaran tender proyek-proyek, yang istilahnya “arisan”. Jadi para pejabat-pejabat tersebut tinggal menunggu saja, karena banyak perusahaan sebenarnya beneficial owner-nya milik pejabat publik.
“Mungkin dicatatkan atas nama anak, atau kadang nominee bahkan kayak mobil Rubicon-nya RAT (pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo) itu. Sebenarnya ya kalau bener serius (dicari) ya itu banyak,” tutur dia.
Menurut Lola, Kemenkeu sebenarnya lagi sial saja. Kasus pejabat pajak punya saham tertutup pun bukan datangdari pendalaman dugaan aliran dana, tapi gara-gara anak RAT yang menganiaya dan pemer harta. “Itu sebenarnya menunjukan bahwa pemerintah secara umum tidak memiliki gambaran soal pemberantasan itu,” kata Lola.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira sebelumnya berpendapat adanya konflik kepentingan dari laporan yang disampaikan KPK tersebut. Sebab, menurut dia, seharusnya sudah jelas rambu-rambunya bahwa pegawai tidak boleh memiliki saham di perusahaan swasta termasuk konsultan pajak.
“Kan aneh ya ada petugas pajak menikmati hasil konsultan pajak. Ini yang membuat kebijakan pajak cenderung bias, bahkan menguntungkan klien konsultan pajak,” ujar dia.
Bhima pun mencontohkan konflik kepentingan antara pegawai pajak dan perusahaan konsultan pajak. Konsultan pajak, kata dia, melayani klien, wajib pajak, yang ingin agar pajak disetor lebih rendah dari nilai riil-nya. Di bagian itu, menurut Bhima, ada celah bermain dengan oknum petugas pajak.
Karena suap antara wajib pajak ke petugas pajak terlalu mencolok, Bhima berujar, sehingga opsi lain dengan menjadi pemegang saham. Lalu, keuntungan dari hasil kongkalikong laporan pajak tadi dibagikan sebagai dividen ke oknum petugas pajak. “Cara ini relatif aman karena uang masuk tercatat keuntungan bisnis murni. Padahal ini hanya skema saja yang ujungnya suap.”